Review Novel Let Go karya Windhy Puspitadewi

novel Let Go
goodreads

AKHIRNYA memutuskan untuk kembali berselancar di dunia Teenlit. Bisa dibilang aku menjadi orang yang enggaj begitu membaca Teenlit, tetapi kurasa enggak ada salahnya untuk memulai.

Dengan minat baca yang masih butuh didongkrak, seenggaknya Teenlit menjadi pancingan utama untuk menyetrum minat baca lebih dan lebih lagi. Jadi, Teenlit yang kubaca pertama kali setelah sekian lama jatuh kepada novel Let Go karya Windhy 7Puspitadewi.

Tentang Novel Let Go karya Windhy Puspitadewi

Sebelumnya aku sudah membaca tulisan-tulisan beliau pada seri novel Touche. Aku jatuh hati dengan racikan pengarangan satu ini. Ketika Let Go hadir di hadapanku, untuk kedua kalinya aku kembali jatuh hati.

Aku penasaran, kalau bertemu Windhy Puspitadewi aku ingin bertanya, “Sudah berapa orang yang dibuat jatuh hati dengan tulisanmu?”

Bayangkan saja, setiap baca karya Windhy, aku merasa vibe-nya beliau sangat berasa dan itu menyenangkan untuk dirasakan. Jadinya, aku berhasil menutup Let Go hanya dalam waktu kurang dari 24 jam.

Bukannya itu keren? Iya, aku keren, ‘kan, karena berhasil menamatkan satu buku dalam satu hari. Ingat, ya, ini adalah hari pertamaku mendongkrak minat baca! Jangan samakan dengan mereka yang sudah lihsi membaca sehari membaca beberapa buku.

Namun, yang lebih keren adalah Windhy Puspitadewi! Banyak sekali kekerenan yang enggak henti-hentinya aku kagum dan memuji. Sampai-sampai aku ingin punaya novel Teenlit seperti beliau ini.

Sebelum masuk ke ulasan. Yuk, baca blurb-nya yang dilansir dari Goodreads dan kenali identitas novel Let Go!

Detail Lengkap Buku

  • Judul: Let Go
  • Pengarang: Windhy Puspitadewi
  • Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
  • Tahun terbit: 2018
  • Tebal buku: 264 hlm; 20 cm
  • ISBN: 978-602-03-8238-8
  • EISBN: 978-602-03-8239-5

Blurb

Kau tahu apa artinya kehilangan? Yakinlah, kau tak akan pernah benar-benar tahu sampai kau sendiri mengalaminya.

Raka tidak pernah peduli pendapat orang lain. Selama ia merasa benar, dia akan melakukannya. Hingga, suatu hari, mau tidak mau, ia harus berteman dengan Nathan, Nadya, dan Sarah. Tiga orang dengan sifat yang berbeda, yang terpaksa bersama untuk mengurus mading sekolah.

Nathan, si pintar yang selalu bersikap sinis. Nadya, ketua kelas yang tak pernah meminta bantuan orang lain. Dan Sarah, cewek pemalu yang membuat Raka selalu ingin membantunya.

Lagi-lagi, Raka terjebak dalam urusan orang lain, yang membuatnya belajar banyak tentang sesuatu yang selama ini ia takuti, kehilangan.

Merasuk ke Dalam Dunia “Let Go” yang Diracik Windhy Puspitadewi

Mengulas let go
vector4stock (freepik)

Salah satu karakteristik Windhy Puspitadewi—setelah membaca bsberapa seri Touche dan Let Go—terdapat pengetahuan sejarah yang mengagumkan.

Begini, kok bisa, ya? Ada satu novel remaja SMA, dengan gaya bahasa yang super Teenlit alias mudah untuk dipahami, tetapi isi ceritanya itu punya pemahaman mendalam tentang kehidupan?

Dalam satu novel Let Go saja, aku lansung mengetahui sutradara-sutradara kondang dari Caraka. Mengetahui musisi klasik dari Nadya. Mengetahui nilai kepercayaan diri dari Sarah. Mengetahui nilai kepedulian dari Nathan.

Nah, 'kan, setelah membaca bukunya. Aku malah menemukan betapa banyak nilai-nilai kehidupan dan pengetahuan yang butuh pemahaman mendalam. Setelah menyelesaikan novel Let Go, langsung berasa pintar sepertj Nadya dan Nathan.

Alur dan plot menjadi poin penting dalam memantik pembaca untuk terus membaca. Enggak bertele-tele, tiap bab punya porsi dan punya kepentingan sendiri dalam keberlanjutan tiap babnya.

Contohnya seperti pada prolog. Jujur, ketika membaca prolog lebiy merasa kepada biasa saja dan sama seperti novel Teenlit pada hmumnya. Cowok nakal dan berkelahi. Namun, pantang berhenti baca sebelum menyelesaikan tiga bab pertama.

Butuh satu bab langsung mengubah perspektifku terhadap novel ini di bagian prolog tadi. Bahkan—ternyata prolog punya pesan tersembunyi yang dalam ketika aku habis membaca epilog.

Itu hal yang bagus karena setelah itu ingin kembali ke prolog dan otomatis akan lanjut ke bab selanjutnya. Artinya, novel ini punya kandungan dapat dibaca berulang kali dalam waktu berdekatan.

Rangkaian alur dari satu bab ke bab lainnya juga enggak terlalu cepat atau lambat. Pergerakan alur maju di sini terkesan let it flow, jadi selama membaca juga terasa enjoy.

Di sini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga, tetapi hanya pada satu karakter saja, yaitu dari ceritanya Raka. Sebetulnya, aku penasaran bagaimana kalau cerita ini ditulis dari sudut pandang Nathan? Sebab, Nathan punya kemenarikan latar belakang tokoh yang unik.

Masing-masing tokoh, punya penokohan yang kuat. Dan penokohan dari tiap karakter punya makna dan pelajaran tersemdiri (ini akam dibahas di bagian amanat cerita, ya!).

Caraka atau Raka, di sini adalah tokoh utama. Nathan bilang kalau dia suma ikut campur urusan orang lain. Nadya bilang dia terlalu baik sama semua cewek. Sarah bilang dia cowok pertama yang disukai.

Raka sendiri divisualisasikan enggak begitu ganteng, tetapi pengetahuannya tentang sejarah dan film yang bikin Raka tampak keren. Ditambah sifatnya yang amat baik dan peduli ke semua orang.

Kalau kata salah satu temannya Raka, Raka itu muka badak hati merpati. Haha. Ini membekas banget.

Nathan dengan karakter dingin dan mulutnya yang tajam. Berbanding terbalik dengan Raka. Jago akademik dan non akademik. Punya tampang ganteng.

Bedanya hanya, Nathan lebih cuek dan enggak pedulian sama siapa pun. Namun, ternyata itu ada alasannya, lho!

Nadya ini sebelah dua belas dengan Nathan. Bedanya dia cewek dan tetap punya rasa kepedulian. Dia cantik dan ambisius, segala eskul diikutin sampai jadi bumerang buat dia sendiri.

Nadya ini tipe-tipe cewek yang merasa kuat dan mampu melakukan sendiri. Padahal sebetulnya dia enggak begitu kuat dan tetap butuh bantuan orang lain.

Sarah ini punya karakter yang berbeda dengan yang lainnya. Nilai kepercayaan diri di sini dipelajari dari Sarah.

Sarah adalah cewek yang kurang percaya diri. Dia enggak berani untuk sekadar menolak. Dia suka menulis, tetapi dia enggak yakin dengan tulissnnya sendiri.

Yang aku suka dsri novel Let Go adalah porsi romannya sedikit dan enggak ditonjolkan. Mungkin karena itu bukan genre utama, ya. Jadi, aku suka.

Meskipun novel Let Go ini begitu memikat, tetapi tetap saja ada sesuatu yang menurut pandanganku agak kurang. Pertama, sepertj penggunaan aku-kamu yang diinteraksikan oleh antartokoh.

Sebenarnya enggak masalah, tetapi dengan karakter yang disuguhkan, feel-nya mungkin akan lebih nendang kalau menggunakan gu-elo. Hal tersebutt juga lebih relate dengan anak-anak SMA yang umumnya pakai gue-elo.

Apalagi untuk karakter Raka dan kawan-kawannya yang tingkahnya suka bikin ketawa. Akan lebih hidup kalau pakai gue-elo. Ketika baca pertana kali pakai aku-kamu, aku lumayan kedistraksi, tetapi karena plotnya juara akhirnya mudah beradaptasi dan mendapatkan feel.

Apa pun itu, Windhy pasti punya alasan tersendiri untuk itu. Yang terpenting adalah, Let Go wajib dibaca!

Kedua, komunitas redaksi di sini kalau porsinya lebih banyak akan terasa konfliknya. Sebab, Raka, Nathan, Nadya, dan Saras ini, ‘kan, dipertemukan di eskul majalah redaksi tersebut.

Kurasa kalau dikulik lagi akan lebih berasa kedistraksi antar satu dengan yang lainnya. Karena, ini memarik banget, suatu cerita remaja membahas tentang redaksi blog—karena kebetulan Semarang aku lagi suka nge-Blog, haha.

Pelajaran yang Dapat Diambil dari Novel Let Go

Pesan melepaskan
canva

Novel Let Go ini pure memberikan pesan-pesan yang berisi tetangga kehidupsn dan pertemanan. Meskipun novel ini ringan dibaca, tetapi nilai-nilainya amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bahas.

Awalnya, aku agak sebal sama karakter Raka yang open dan baik banget sama semua orang—terutama cewek. Namun, lama-lama kalau dipikir-pikir, ternyata itu bukan salah Raka. Kasarnya sih, mengapa cewek mudah terbawa perasaan?

Sebenarnya di sini menunjukkan kalau orang baik itu benar-benar sudah susah untuk ditemukan. Sekadar untuk menolong mencari sesuatu saja enggak ada yang peduli. Kata Nadya,.kalau kamu cantik kamu akan ditolong.

Akibatnya, zaman sekarang banyak orang yang mulai jarang merasakan ditolong, sekalinya ditolong akan merasa terenyuh. Terutama cewek yang notabenenya dominan terhadap perasaan.

Ketika enggak ada orang lain yang menolong, tiba-tiba ada seorang cowok yang menolongnya tanpa pamrih? Pasti dia akan mudah jatuh hati, fatalnya bisa berpikir kalau si cowok suka sama dia.

Padahal, pure cowok itu baik banget dan mau menolong. Nah, hal-hal seperti ini bisa menghamba orang yang benar-benar baik untuk menolong karena takut dianggap suka atau disukai.

Pelajarannya adalah enggak semua orang yang menolong kita itu punya perasaan cinta atau semacamnya. Kita enggak perlu jauh-jauh berpikir dan berekspektasi ke sana. Nanti, kita sendiri yang patah bati.

Dari Raka juga aku belajar untuk ringan dalam menolong siapa pun. Karena, memang sesulit itu menjadi baik di masa sekarang.

Terus, belajar dari Nathan, bahwa hidup itu sendiri layak diperjuangkan. Mungkin kita merasa enggak ada orang lain yang peduli dan sayang sama kita.

Akan tetapi, perlu berkaca. Ada diri sendiri yang patut diperjuangkan hidupnya. Kalau mau terbuka, mungkin kita akan menemukan betapa banyak orang yang menyayangi dsn peduli dengan kita.

Belajar dari Nadya, pentingnya manajemen waktu dan memilah-milah kegiatan atau aktivitas. Serhabiss memang bagus, tetapi menekuni semua kebisaan dalam satu waktu akan menjadi bumerang buat diri sendiri.

Sekuat apa pun kita, ada masanya kita akan capek dan butuh pertolongan orang lain. Bukan tijuan manusia bersosialisasi itu ingin saling bahu-membahu?

Dari Sarah aku belajar untuk pentingnya percaya diri dan yakin sama potensi kita. Sebab, kalau ternyata potensi kita bagus, tetapi enggak dipercaya akan terasa sayang dan sia-sia.

Kemudian, aku juga belajar untuk penolakan. Belajar bilang enggak atas sesuatu yang enggak sesuai sama diri kita sendiri. Kalau Nathan bilang, untuk menyenangkan orang lain, kita harus menyenangkan diri sendiri lebih dulu.

Nah, selain itu dari Novel Let Go juga memberi tahu. Bahwa saat ini masih banyak orangtua ataupun guru yang mendeklarasikan seseorang bisa dikatakan pintar kalau dia pintar di bidang sains dan matematika.

Padahal, parameter orang menjadi ahli dan pintar bukan diukur dari akademiknya. Akan tetapi, seberapa jauh orang tersebut mendalami suatu bidang kemudian menjadi ahli di dalamnya.

Pesan utama dari novel Let Go adalah betapa hidup juga tentang kehilangan. Kita bisa masuk ke kehidupan siapa pun dan membiarkan siapa pun masuk ke kehidupan kita.

Sambutlah orang yang datang dengan rela. Maka relakan orang yang harus pergi. So, let go to get the meaning of life.

Wah, pembahasan ulasan kali ini cukup menarik ya untuk dibicarakan. Karena, memang sebagus itu.

Nah, untuk teman-teman yang ingin membaca novel Let Go karya Windhy Puspitadewi baca di iPusnas. Akan tetap, memang harus sabar karena mengantri, haha.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url