Untuk yang Merasa Tidak Berguna

MENGAPA AKU TIDAK BERGUNA? Mengapa menjadi tidak berguna? Mengapa merasa tidak ada gunanya? Mengapa ketidakgunaan diri itu merajalela? Mengapa harus merendahkan diri sendiri karena tidak berguna? Mengapa pula harus meragukan diri sendiri karena tidak ada gunanya?

Dalam masa-masa tertentu, aku menyebutnya masa kelam yang panjang. Hari-hari di kala itu kegelapan yang merengkuh. Seakan-akan pagi hanyalah ilusi yang bergumul lalu terhenyak ketika malam menyapunya dengan bersih. Seperti itu cara kelam menyambut malam. Menuntut diri bertapa di malam yang mendayu-dayu, menyusuri labirin pikir yang terlalu rumit. Manakala, siapa pun yang dapat keluar dari sana adalah keajaiban. Sementara, keajaiban itu sendiri menjadi sebuah kenihilan yang mustahil.

Aku pernah merasa tidak berguna, menuduh diri bahwa akulah satu-satunya manusia paling tidak berguna. Diri sendiri pun tidak dapat diandalkan untuk diri sendiri. Ketidaknyamanan menjadi interaksi paling dekat dengan sehari-hari. Untuk merasa puas saja seperti sebuah impian halusinasi. Parah memang, tetapi kala itu masih bertengkar dengan keadaan, bergulat dengan kenyataan yang tidak baik-baik saja. Tentang siapa-siapa yang menganggapku remeh hingga akhirnya aku benar-benar remeh. Seakan-akan apa yang mereka katakan adalah kebenaran. Pada akhirnya, aku terpuruk bersama pengaruh remeh dari siapa-siapa.

Pada awalnya, aku berpikir mereka yang salah karena telah meremehkanku hingga akhirnya aku merasa benar-benar remeh. Namun, semakin hari mereka semakin lenyap dimakan kesadaran. Sementara aku seperti makanan basi yang siap-siap untuk dibuang. Namun, lama-lama, aku sadar terlalu lambat. Sadar bahwa diri punya andil besar dalam meremehkan diri sendiri. Bahwa tanpa disadari aku telah menjadi salah satu dari mereka yang meremehkanku.

Jika aku boleh membela diri, di kala itu benar-benar bukan hal yang baik untukku. Bukan hari-hari yang dihiasi cerita bahagia, justru kabar buruk telah berkumandang lalu menjadi berkepanjangan. Sementara, aku sendirian di tengah-tengah ramainya orang. Sementara aku tidak mampu membuka hatiku lebar-lebar. Pun, aku tidak mampu menopang diri sendiri, seperti teratai yang tergeletak di gurun pasir. Pikiranku hanya berputar pada pertanyaan-pertanyaan apa gunanya aku?

Namun, aku sadar, aku tetap salah. Bagaimanapun, aku mesti menjadi penopang kuat bagi diri sendiri di kala yang lain sibuk mengklaim remeh temeh. Pun, bagaimana mau menopang orang lain, kalau diri sendiri saja tidak ditopang dan menopang? Ternyata semudah itu cara menjadi berguna. Terasa sulit karena pikiran dibuat rumit oleh apa-apa yang menuduh diri. Pada dasarnya, diri sendiri sudah seyogyanya menopang diri sendiri.

Dalam satu waktu pula, aku bersandar terhadap raga milik diri yang sudah tidak memgenal dirinya sendiri. Di kala pikiran yang berkelana, lalu membentur sesuatu yang mempertanyakan diri. Mau sampai kapan? Terus-menerus menghakimi diri sendiri, akan berlanjut sampai waktu kapan? Membuat diri lelah dalam diam, akan sampai kapan terus menyakiti diri sendiri? Tidak bisa seperti itu terus, sudah banyak waktu yang terbuang sia-sia. Kesempatan yang menumpuk telah dihampiri orang lain untuk diarungi. Sementara diri berkutat pada apa-apa yang menghambat diri untuk berkembang. Tidak bisa untuk terus seperti ini.

Sampai aku merasa bahwa semua ini tidak butuh tangan lain karena hanya diri sendiri yang bisa diandalkan. Untuk berdiri, aku butuh dua kaki utuh, tidak perlu kokoh selama dapat digunakan dengan baik. Untuk meraih, aku punya tangan utuh, tidak perlu kekar selama dapat digunakan dengan baik. Untuk melihat harus ke mana, aku punya dua mata utuh, tidak perlu jernih selama mampu membedakan mana yang jalanan yang mesti ditempuh. Dua telingaku pun masih utuh, tidak perlu tajam selama dapat memiliah frasa mana saja yang harus didengar dan frasa mana saja harus ditolak dengan menutup telinga. Pun, aku punya diri yang utuh, tidak harus sempurna selama berguna untuk diri sendiri.

Sudah saatnya untuk tidak lagi merasa tidak berguna. Mulai meramu pikiran dengan ramuan yang sehat. Membiasakan kaki untuk melangkah maju, berhenti sejenak, selama tidak mundur dan berjalan ke belakang lagi hingga akhirnya dapat keluar dari labirin. Melatih tangan untuk mengusap air mata, untuk mengelus dada sendiri, untuk menerima segala masukan, untuk menepis pengaruh buruk. Memang tidak mudah, tetapi itu lebih baik daripada bermudah-mudahan dalam diri yang bisu, buta, dan tuli, sementara mulut masih bisa berbicara, mata masih bisa melihat, dan telinga mssih bisa mendengar. Mulai menggunakan pancaindra untuk setidaknya berguna bagi diri sendiri.

Memanfaatkan pemberian Tuhan untuk kupakai sebaik-baiknya. Tuhan menciptakanku bukan tanpa alasan, bukan untuk menjadi tidak ada gunanya. Manusia punya itu, tetapi manusia tidak menyadarinya karena terlalu sibuk menghakimi diri atas ketigabergunaan. Aku memahami, kadang-kadang ketika aku merasa belum bisa berguna untuk orang lain, setidaknya aku harus beguna untuk diriku sendiri. Meyakini bahwa aku hidup dengan kegunaan yang harus kucari, harus kuusahakan. Menuduh diri tidak berguna hanya akan merealisasikan tuduhan itu sendiri.

Untuk kita yang merasa tidak berguna, sudah saatnya untuk mencari kegunaan diri, sudah saatnya untuk percaya bahwa kita dilahirkan karena sebuah alasan yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain. 


Next Post Previous Post
4 Comments
  • Hilaschou
    Hilaschou 20 Juli 2022 pukul 15.48

    Nangis banget, kenapa ini ngena bgt ya buat aku..
    Kata2 penutupnya ditutup dengan sempurna😭

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 23 Juli 2022 pukul 21.15

      Huhu emang ga enak kalo nuduh diri ga berguna terus tuhh

  • Sulanti
    Sulanti 20 Juli 2022 pukul 22.44

    Dari judulnya ajah udah menarik banget, isinya juga ngena banget di hati aku, ini relate banget sih sama aku.

    • sudut pandang vina
      sudut pandang vina 23 Juli 2022 pukul 21.16

      Jangan merasa enggak berguna lagi yas. You are special too!

Add Comment
comment url