Ketika Enggan untuk Pulang

enggan pulang
RUMAH bukan hanya sekadar kebutuhan pokok. Benda besar yang memiliki atap sebagai tempat berteduh itu, lambat laun menjadi satu-satunya alasan kita selalu ingin pulang saat bepergian. Meskipun ketika matahari terbit, berjibaku dengan dunia di luar rumah, tetapi kaki akan selalu tau ke mana dirinya harus kembali pulang. Enggak ada tempat terbaik, selain menemukan diri bisa duduk di ruang tengah bersama keluarga. Enggak ada aroma paling menggugah, selain masakan ibu di dapur. Enggak ada tempat paling aman, selain berada di samping ayah yang sigap melindungi. Enggak ada tempat paling nyaman, selain bercengkrama ria dengan kakak dan adik.

Namun, enggak semua orang punya tempat nyaman, punya tempat aman, punya aroma terenak, punya tempat terbaik, dan punya tempat kembali. Ada yang kala matahari terbit pergi dengan wajah sendu, kemudian pulang dengan wajah sayu di bawah terbenamnya matahari. Kaki tau arah pulang, tetapi hati dan pikiran memilih menjauh, kadang-kadang enggak pulang sama sekali. Untuk apa pulang, enggak ada yang mencari, enggak ada yang peduli, begitu pikirnya. Untuk apa pulang, kalau yang dihadapi lagi-lagi keributan, begitu katanya. Keluarga yang utuh hanyalah dongeng bagi orang-orang dengan keluarga runtuh. 

Ketika Enggan untuk Pulang, Jangan Biarkan Dirimu Hilang

Broken home? Kadang-kadang bingung semdiri, sebetulnya broken home itu seperti apa? Suasana rumah yang berantakan itu gimana? Perpecahan dalam rumah itu bentuknya gimana? Apakah broken home akan selalu berantakan? Apakah ada waktu-waktu menyenangkan bagi broken home?

Broken home adalah keluarga yang enggak utuh. Enggak utuhnya sebuah keluarga, bisa didasari  berbagai bentuk faktor. Perceraian, kematian, kesalahpahaman, egoisme, perselingkuhan, kekerasan, tuntutan, ketidakpedulian, dll. Konflik yang dipicu oleh orang tua, tanpa adanya penyelesaian, berisiko menjadikan keluarga runtuh. Berdampak pada kondisi psikologis anak, perkembangan pribadi anak, dan pola pikir juga cara bertindak anak. Orang tua yang enggak memahami dan menyadari dampak broken home, mereka kurang berhasil membangun rumah tangganya sendiri.

Kadang-kadang orang tua egois, hanya fokus pada masalah mereka. Terlalu terbawa dengan suasana hati berantakan, tanpa dikontrol sehingga anak menjadi imbasnya. Anak enggak diurusin, anak dibiarkan, anak dijadikan sasaran. Di sisi lain, anak enggak bisa berbuat apa-apa. Anak kecil tau apa urusan rumah tangga? Begitu kata orang tua. Orang tua lama-lama depresi, anak ikut depresi. Hidup runyam, lantas apakah anak salah kalau mencari kebahagiaan di luar rumah dan enggak memilih untuk pulang?

broken home

Untukmu yang Pernah Diremehkan Keluarga

Ketika enggan untuk pulang karena melulu diremehkan dan direndahkan akan apa yang kamu lakukan. Tatkala orang terdekat harusnya menjadi support system terbaik, justru jadi orang-orang yang menjatuhkan kamu. Menyerang mental dan membuatmu sulit untuk percaya diri. Kalau orang terdekat aja menganggap remeh, apa lagi orang lain? Akhirnya, perlahan-lahan rasa enggak percaya diri mulai berkembang dan kamu tumbuh jadi seorang pemalu.

Aku tau ini enggak mudah, tetapi harus diingat, kalau kamu enggak boleh meremehkan diri kamu sendiri. Kamu enggak boleh menganggap diri kamu rendah. Rendahnya seseorang bukan diukur dari penilaian orang lain—meskipun itu keluarga sendiri. Pelan-pelan, ayo bangun lagi kepercayaan diri kamu. Setiap orang berhak dan punya kesempatan untuk menunjukkan kualitas diri. Begitu pun dengan kamu.

Untukmu yang Pernah Dianggap Enggak Berguna

Ketika enggan untuk pulang karena melulu dianggap enggak berguna. Selalu dianggap anak yang enggak bisa apa-apa. Dasar, anak bisanya bikin susah aja, apa sih bisanya? Kalimat yang selalu didengar seperti kaset rusak. Entah hal ini membuat kamu tumbuh menjadi sosok yang selalu merasa bersalah atau jadi sosok yang selalu ingin membuktikan kepada dunia, bahwa kamu berguna. Enggak ada salahnya mencari aktualisasi, tetapi segalanya butuh batasan, ‘kan? Enggak semua hal harus kamu lahap, kamu punya rasa capek.

Fokus sama apa yang bisa kamu kerjakan dan sesuai dengan jobdesc. Pekerjaan orang lain bukan tanggung jawab kamu. Tanggung jawa kamu adalah mengatur supaya enggak melewati batas. Jangan lagi merasa bertanggung jawab atas sesuatu yang bukan pekerjaan kamu, nanti kamu dimanfaatkan orang lain yang enggak bertanggung jawab. Udah, ya? Kamu sangat berguna untuk diri kamu dan bahkan orang lain, tetapi dengan cara kamu yang benar dan sehat.

Untukmu yang Selalu Disalahkan

Ketika enggan untuk pulang karena melulu disalahkan. Enggak melakukan kesalahan aja disalahin, gimana kalau ngelakuin kesalahan? Kamu selalu merasa kesal, marah, dan sedih. Selalu merasa takut untuk melakukan apa pun karena tau, pasti akan disalahkan. Lama-lama, kamu akan tumbuh jadi pribadi yang enggak enakan. Parahnya, kamu akan selalu merasa bersalah terhadap kesalahan orang lain. Kamu selalu menuduh diri sendiri salah atas suatu permasalahan.

Emangnya, kamu enggak capek? Kamu enggak capek terus-menerus menyalahkan diri sendiri? Lantas, apa bedanya kamu dengan orang-orang yang selalu menyalahkan kamu? Manusia memang enggak luput dari kesalahan. Namun, kamu enggak bertanggung jawab atas kesalahan orang lain. Enggak semua masalah itu karena kamu, kadang kamu harus terusik lebih dulu. Dan, berhenti menyiksa diri kamu dengan selalu mengiyakan orang lain karena perasaan enggak enak.

Untukmu yang Mengalami Orang Ketiga di Keluarga

Ketika enggan untuk pulang karena mendapati salah satu orang tuamu mendua. Keributan menjadi musik rock yang paling kamu benci. Sumpah serapah dan makian adalah improvisasi paling menakutkan. Lemparan barang-barang rumah tangga menjadi melodi instrumen paling menyeramkan. Meskipun telah menyumpal telinga dengan musik relaksasi paling besar, tetapi suara orkestra di luar kamar masih menyiksa hati kamu. Aku tau ini enggak nyaman, membuatmu selalu menangis di balik selimut. Kamu selalu tertidur karena lelah menangis dan memikirkan nasib keluarga kamu. Kamu selalu terbangun dengan satu impian, berharap apa yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi. 

Hadirnya orang ketiga dalam keluargamu. Berhasil memukul hatimu sampai berdarah. Sesak sekali. Kamu yang mengira orang tua baik-baik aja dan saling mencintai selamanya. Kehadiran orang ketiga membuatmu patah hati, membuatmu takut jatuh cinta karena orang tuamu memperlihatkan perselingkuhan. Namun, percayalah bahwa kesetiaan merupakan cinta sejati. 

Untukmu yang Orang Tuanya Memilih Berpisah

Ketika enggan untuk pulang karena ibu selalu berteriak ingin pisah dengan ayahmu. Entah karena orang ketiga ataupun konflik lain. Aku tau betapa hancurnya hatimu, membayangkan orang tuamu harus berpisah. Membayangkan ketika kamu diminta hanya ikut salah satu dari mereka. Membayangkan bahwa kamu akan kehilangan satu figur orang tua, entah ayah, entah ibu. Membayangkan pun berhasil membuatmu hancur. Namun, lagi-lagi, sebagai anak, kamu bisa apa? Kadang kala mempertahan mereka hanya membuat rumah tangga jadi makin berantakan. Kasihan mereka, harus menanggung tekanan batin.

Lantas bagaimana dengan kamu? Pada akhirnya, seorang anak mesti menerima dan merelakan apa pun keputusan orang tua. Ke mana kamu harus pergi, kamu hanya perlu berlapang dada. Hidup memang selalu seperti itu, sering kali enggak sesuai dengan apa yang kamu ekspektasikan. Meskipun punya keinginan mereka bersatu selamanya. Namun, mereka juga berpikir bahwa ini yang terbaik untuk kamu, anak mereka.

jalan pulang
KETIKA enggan untuk pulang, mungkin suasana rumah akan membuat kamu makin tertekan. Mungkin enggak ada orang rumah yang menunggumu. Namun, diri kamu adalah alasan untuk kamu pulang. Diri kamu adalah keluarga yang akan selalu menantimu pulang.

Bertahanlah. Mungkin ini akan membuatmu merasa lelah. Namun, suatu saat kamu akan menyadari bahwa apa yang terjadi di masa lalu adalah pembelajaran berharga dalam kehidupan. Terserah orang mau bilang apa tentang keluarga kamu yang broken home. Apa pun stigma orang tentang keluarga broken home. Kamu bisa berdiri dan kuat sampai saat ini, itu hebat. Ketika udah berkeluarga nanti, kamu akan berupaya menjaga keluarga kamu sebaik mungkin.

Kita memang enggak pernah minta untuk dilahirkan di keluarga yang seperti apa. Kita enggak pernah tau, bagaiamana keluarga kita nanti. Kita hanya tau, bertahan dalam keluarga. Jika memang harus pergi, kita sadar bahwa itu enggak akan menyelesaikan masalah. Pada akhirnya, kita harus belajar menerima kenyataan. Dan, ketika enggan untuk pulang, enggak apa-apa, tetapi jangan sampai hilang dari pulang. Semakin dewasa, kita akan semakin sadar, bahwa keluarga yang enggak baik-baik aja merupakan pelajaran paling berharga.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url